Senin, 01 Juni 2020

PR Pemerintah Atur Transportasi saat New Normal: Jamin Jaga Jarak di Jam Sibuk



Pemerintah sedang mempersiapkan beberapa faktor untuk warga jalani new normal, termasuk juga dalam bagian transportasi. Djoko Setijowarno sebagai pemerhati transportasi publik memandang bila pada new normal permasalahan yang ditemui bukan pada transportasinya, tapi dari bagaimana mengendalikan pekerjaan manusianya.

 

"Untuk penerapan new normal pada transportasi umum massal perkotaan terutamanya Jabodetabek, persoalan fundamental bukan pada pemberlakukan prosedur kesehatan, seperti cek temperatur badan, hand sanitizier, masker termasuk juga ketaatan publik untuk physical distancing. Tetapi lebih dari pada itu masalahnya ialah bagaimana kekuatan kemampuan transportasi umum massal bisa jamin terlaksananya physical distancing khususnya pada jam-jam repot," papar Djoko pada merdeka.com, Senin (1/6).

Strategi Menang Taruhan Mix Parlay

Menurut dia, bila new normal ditranslate untuk semua masuk kerja dengan agenda seperti situasi sebelum epidemi. Dapat dinyatakan kemampuan transportasi umum massal di Jabodetabek, tidak bisa jamin penerapan menjaga jarak.

 

"Mengapa demikian? Sebab susah untuk lakukan tambahan kemampuan transportasi umum massal dengan cara relevan pada jam-jam repot supaya terwujud physical distancing dengan permintaan sama dengan pada saat sebelum epidemi," tuturnya.

 

Ia memberikan contoh, KRL pada jam-jam repot, pasti mustahil meningkatkan kemampuan di saat itu supaya terwujud tiap kereta cuma optimal 35 % serta semua penumpang terbawa (50 % saja kemungkinan sangat berat).

 

Termasuk juga, lanjut ia, bila dilaksanakan peralihan ke transportasi umum massal bis kemungkinan dapat jadi jalan keluar. Tetapi harus bisa dinyatakan besaran biaya bisa sesuai seharga biaya KRL. Efek lainnya akan membuat kemacetan di jalanan raya, sebab pilihanan menggunakan kendaraan pribadi.

 

"Lalu, Di sini rintangannya apa kebijaksanaan ganjil genap masih dikerjakan atau untuk sesaat ditiadakan. Bila masih dikerjakan tetapi pemerintah tidak dapat sediakan tersedianya transportasi umum yang ideal untuk physical distancing, karena itu kebijaksanaan ganjil genap prospek dipersoalkan publik," jelas Djoko.

 

Jalan keluarnya, kata Djoko, semua pihak harus memandang bila kebijaksanaan pemerintah mengenai new normal bukan bermakna memperboleh kesibukan warga seperti sebelum epidemi. Masih ada beberapa batasan yang berlaku, supaya ada pengontroln intensif warga.

 

Maka dari itu, ia merekomendasikan di saat masuk new normal tidak semestinya semua warga kembali pada kantor seperti situasi sebelumnya, sebelum epidemi.

 

"Yang masih tetap dapat work from home ya seharusnya tetep WFH atau ada pengurangan ada ke kantor. Bagian yang tuntut pekerja harus tiba ke tempat kerja, perlu ditata agenda kerjanya hingga beragam gerakan orangnya, tidak menimbun pada pukul yang sama dengan waktu sebelum epidemi," katanya.

 

"Atau jika ingin sesuai dengan ketetapan Ketetapan Menteri Kesehatan bisa sediakan sendiri keperluan angkutan untuk beberapa karyawannya supaya terjaga prosedur kesehatan khususnya physical distancing," sambungnya.